LEMBAGA
- LEMBAGA SIOSIAL
(
Laporan Responsi Sosiologi Pertanian )
Oleh
Kelompok
14
Adi
Prayoga 1414121004
Agnes
Ratnasari 1414121009
Albertus
Teja W. 1414121015
Andi
Setiadi 1414121026
Annisa
Amalia T. 1414121034
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan
masyarakat. Dengan mempelajari sosiologi, kita dapat memahami bagaimana
semestinya hidup yang ideal. Kehidupan tidask selalu berjalan seperti yang kita
harapkan. Kadang baik dan kadang buruk pula.
Lembaga
sosial atau dikenal juga sebagai lembaga kemasyarakatan (pranata
sosial) salah satu jenis lembaga
yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur
dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat
dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup.
Kita juga dapat memepelajari ilmu-ilmu tentang kemsyarakatan di
dalam sosiologi ini. Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota
masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan
kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi,
berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan
hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu
bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak
jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku
untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat mematuhi
norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk
maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian.
I .2. Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui pengertian dan fungsi lembaga sosial
2.
Mampu menyebutkan jenis – jenis lembaga
sosial yang ada
3.
Menjelaskan pengertian dan fungsi dari pengendalian
sosial
4.
Menjelaskan hubungan lembaga sosial dengan pengendalian sosial
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga sosial atau Pranata sosial
adalah suatu sitem tata kelakuan dan hubungan yang bepusat pada aktivitas – aktivitas
untuk memenuhi kompleks – kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat.(Koentjoroningrat,1964)
Suatu norma akan mengalami proses
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan. Proses
tersebut dinamakan dengan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh
suatu norma yang baru untuk menjadi salah satu lembaga kemasyarakatan.
Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai,
kemudian ditaati dalam kehhidupan sehari – hari.(Leopold von Wiese dan Howard
Becker,1989)
Sistem pengendalian sosial (social control) serimhkali diartikan
sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khusunya
pemerintah beserta aparaturnya. Arti sesungguhnya pengendalian sosial jauh
lebih luas, karena pada pengertian terasebut tercakup segala proses, baik yang
direncanakan maupun tidak, yang bersifat mandidik, mengajak atau bahkan memksa
warga – warga masyarakat mematuhi kaidah – kaidah dan nilai sosial yang
berlaku.(Joseph S. Roucek dan Associate,1951)
III.
PEMBAHASAN
1.1 Artikel
Sedulur
Sikep Memandang Negara dan Penegakan Hukum
Oleh Susana
Rita
Batas desa
sudah tampak. ”Anda memasuki Desa Sukolilo”. Demikian sambutan pertama yang
tertera pada dua tembok putih yang mengapit jalan aspal yang sudah tak rata.
Setelah berkendaraan selama lebih kurang 40 menit ke arah selatan ibu kota
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, akhirnya saya dan dua teman sampai juga di tanah
para Sedulur Sikep.
Di sini,
sekitar 200 kepala keluarga komunitas Sikep atau lebih dikenal dengan
masyarakat Samin tinggal. Mereka adalah pengikut Samin Surosentiko alias Raden
Kohar (1859-1914), pencetus gerakan sosial melawan Belanda dengan cara
menentang segala aturan dan kewajiban yang dibuat pemerintah kolonial kala itu,
di antaranya menolak membayar pajak.
Beberapa
ciri/identitas perlawanan digunakan sejak zaman Belanda, seperti tidak
bersekolah, tidak memakai peci, tetapi memakai ikat kepala (mirip orang Jawa
zaman dahulu), tak memakai celana panjang (tetapi memilih celana selutut),
tidak berpoligami, tidak berdagang, dan menolak kapitalisme.
Hingga
akhir Oktober lalu, atau lebih dari 100 tahun kemudian, ciri-ciri itu masih
bertahan. Bocah-bocah Sikep tak mengikuti pendidikan formal meski bukan berarti
mereka tak terdidik. Celana selutut dan ikat kepala pun masih terlihat. Prinsip
siji kanggo salawase atau satu untuk selamanya masih diucapkan setiap anggota
Komunitas Sikep ketika ditanya mengenai perkawinan.
Mereka pun
tetap tidak berdagang, konsisten hidup sebagai petani. Maka, tak heran saat
beberapa waktu lalu mereka meradang saat sebagian lahannya di lereng Pegunungan
Kendeng bakal ditambang dan dijadikan lahan pabrik semen oleh PT Semen Gresik.
Mereka hidup berdampingan dan harmonis dengan alam dan sesama. Kejujuran dan
kebenaran adalah nilai utama dan ajaran tata laku keseharian yang turun-temurun
diwariskan leluhur.
Seorang
tokoh muda Sedulur Sikep, Gunretno, mengungkapkan, ada lima prinsip dasar
(adeg-adeg) yang ditanamkan sejak kecil, yakni jangan memiliki perasaan drengki
srei, panasten, dakwen, kemeren. Selain itu, mereka juga selalu diajarkan untuk
tidak bertindak bedog colong, pethil jumput, dan nemu.
Orang
Sikep tidak boleh memiliki rasa dengki, iri, selalu curiga.
Orang
Sikep tidak boleh mencuri (bedhog colong), mengambil sesuatu yang bukan haknya
(methil), dan bahkan menemukan sesuatu yang bukan miliknya (nemu).
Menurut
Gunretno, ajaran itu masih dipegang teguh Sedulur Sikep. Ini setidaknya
tergambar ketika beberapa waktu lalu seorang Sedulur Sikep menemukan kalung
emas di tengah jalan. Kalung itu tidak diambil, tetapi malah ditutupi dengan
batu agar tidak dilihat orang yang bukan pemiliknya. Sedulur Sikep itu kemudian
mencari tahu pemilik perhiasan, lalu memberitahukan lokasi kalung itu.
Suasana
aman sangat kentara di lingkungan mereka. Rumah kosong ditinggal begitu saja
dengan pintu terbuka. Tamu tidak akan kehilangan barang meskipun tertinggal.
Pemilik rumah akan menyimpannya, kemudian dikembalikan ketika yang bersangkutan
datang kembali.
Gunretno
juga menegaskan, tak pernah ada pencurian di komunitasnya. Ia pun bahkan belum
pernah mendengar ada warga Sikep yang didapati berbuat kriminal, baik dalam
lingkungannya maupun ketika mereka keluar dari komunitasnya. Orang disebut
telah keluar dari Sedulur Sikep ketika memutuskan untuk sekolah, berdagang, dan
melakukan hal-hal yang dilarang leluhur.
”Setahu
saya, baru dua kali ada Sedulur Sikep yang berurusan polisi. Yang pertama, dulu
ketika Mbah Samin ditangkap Belanda karena menolak membayar pajak dan tahun lalu
ketika beberapa warga ditangkap polisi saat aksi menolak pembangunan pabrik
semen,” ujar Gunretno.
Tahun lalu
polisi menangkap sembilan warga yang diduga terlibat aksi penyanderaan
kendaraan roda empat dalam aksi penolakan pabrik semen di Pati. Penangkapan itu
membuat penolakan kian mengental sampai akhirnya PT Semen Gresik membatalkan
peletakan batu pertama pembangunan pabrik dan merelokasinya ke Tuban, Jawa
Timur.
Bagaimana
jika ada yang melanggar adeg-adeg itu? Menurut Gunretno, masyarakat Sikep tak
akan menjatuhkan sanksi apa pun. Namun, rata-rata pelanggar adeg-adeg akan malu
sendiri. ”Orang mungkin hanya menjadi tidak percaya lagi,” ujarnya.
Begitu
kentalnya ajaran itu melekat di kaum Sikep. Karjo (23) dan Agus Purwanto (20),
misalnya, tak pernah berpikir untuk berbuat di luar apa yang diajarkan
orangtuanya. Pilihan profesi tetap petani. Sikap hidup yang diupayakan sejauh
mungkin menghindari drengki srei, dakwen panasten, dan methil jumput serta
nemu.
Karjo
bahkan sangat menyadari pilihan profesinya sebagai petani tidak menjanjikan
kekayaan duniawi (sugih bondho). ”Kami ini disuruh sugih eling (selalu
ingat/waspada),” ujar Karjo lagi.
Bagi
Karjo, belajar dari kenyataan dan kehidupan adalah sekolah yang sebenarnya.
Belajar nrimo, berupaya mencapai keinginan yang terukur, dijalaninya beberapa
tahun belakangan. Ia menceritakan upayanya saat ingin memiliki telepon genggam
dan sepeda motor. Saat itu ia menebar 200 pancing di sungai selama 16 hari
untuk membeli telepon genggam.
”Saya juga
pernah merantau ke Kalimantan selama 2,5 bulan. Terkumpul uang Rp 5,5 juta.
Saat sudah mendapat hasil yang cukup untuk membeli sepeda motor, saya pulang,”
kata Karjo, yang pernah bekerja sebagai pencari emas. Ia menambahkan, ”Sekarang
saya lagi kosong, tak punya keinginan apa-apa.”
Kritis dan
paham hukum
Meski
setiap hari bergulat dengan lumpur dan tanah, tidak berarti membuat Sedulur
Sikep tak mengikuti perkembangan politik dan hukum di negeri ini. Sedulur Sikep
tak ketinggalan isu, bahkan ketika bicara penegakan hukum, perilaku pejabat,
dan pemilu.
Bincang-bincang
kritis rasanya sangat biasa dijumpai di Sukolilo. Warga sadar akan persoalan
demokrasi, negara, dan kesejahteraan. Tak cuma di rumah Gunretno, ungkapan
kritis juga bergaung di Omah Kendeng. Rumah berbentuk limas yang didirikan
sebagai pusat kegiatan bagi warga lereng Pegunungan Kendeng di Dukuh Ledok,
Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Pati. Rumah pusat perlawanan masyarakat
Sikep dan warga sekitarnya.
Seperti
terjadi pada Sabtu (24/10), lima pemuda Sikep tengah duduk melingkar di atas
anyaman bambu yang digelar di lantai batu Omah Kendeng. Mereka duduk persis di
bawah rangka utama rumah, di bawah tiang kayu jati yang berdiri menyangga
bangunan seluas lebih dari 100 meter itu. Tidak lupa, sebotol kendi hitam (tempat
air minum) menemani obrolan itu.
Silih
berganti warga yang datang dan pergi. Kian malam obrolan kian seru, terutama
ketika Slamet, warga setempat bukan Sikep, turut bergabung di Omah Kendeng.
Slamet mempertanyakan gagasan kesejahteraan versi pejabat negara. Ia mengkritik
pejabat pemerintah yang seolah tahu bagaimana menyejahterakan rakyat.
”Rerasan”
semakin gayeng (meriah) ketika bicara kemerdekaan. Slamet dan yang lain merasa
belum merdeka, terutama ketika mereka merasa hanya menjadi buruh di negeri sendiri
dan terusik di tanah sendiri. Rencana pembangunan pabrik semen di lahan mereka
dirasa mengusik hak atas kepemilikan tanah mereka.
Icuk,
salah satu anak tokoh Sikep Mbah Tarno (almarhum), mengkritik pejabat yang
memaknai merdeka sebagai merdhil koyone. Artinya, seorang ketika menjadi
pejabat bukannya memikirkan warganya, tetapi mencari keuntungan untuk menutup
modal yang sudah dikeluarkan.
Banyak
nilai leluhur yang dilupakan, terutama oleh orang-orang politik yang dinilainya
tega ”memolitiki” bangsa sendiri. ”Kamardikan kuwi kudu iso naati
perikemanusiaan. La, wong karo bangsane dhewe dho tegel-tegelan kok dikon
nindakake perikemanusiaan (Merdeka itu seharusnya bisa menaati perikemanusiaan.
Akan tetapi, bagaimana, dengan bangsa sendiri saja tega kok disuruh
berperikemanusiaan),” kata Icuk.
Dalam hal
penegakan hukum, Icuk bahkan memuji pemerintah kolonial Belanda. ”Zaman Belanda
kuwi ono wong mek godhong jati wae ditahan. Nek saiki, pencurian, ojo kok
godhonge, dangkelane wae entek,” kata dia.
Artinya,
pada zaman Belanda orang yang mencuri daun jati saja ditahan. Beda dengan
sekarang, apalagi cuma daunnya, bahkan pencurian hingga ke akar-akar jati
(dangkelane) pun tidak ditahan. Bagi Icuk, dalam hal penegakan hukum, Belanda
jauh lebih tegas.
Saat ini,
tambahnya, pembuat undang-undang (UU) justru menjadi pelanggar UU. Pembuat UU
justru mengajari orang yang tak mengerti UU untuk melanggarnya.
Apa yang
dapat dipelajari dari Sedulur Sikep? Mengapa masyarakat Sikep relatif patuh
pada ajaran leluhur meski tak pernah menjadi hukum tertulis. Ojo bedhog colong,
methil, bahkan nemu. Ojo drengki srei, panasten, dakwen, dan kemeren.
Membayangkan
masyarakat mengadopsi nilai-nilai Samin barangkali merupakan hal yang mustahil.
Yang menarik dan dapat diambil hikmahnya adalah ketika setiap individu memahami
hukum tak tertulis itu dan berupaya menerapkannya.
Asep
Rahmat Fajar, peneliti Indonesia Legal Roundtable yang sedang menempuh studi di
International Institute for Sociology Law di Spanyol, menjelaskan, gap antara
aturan tertulis dan pelaksanaannya seperti yang ada saat ini lebih disebabkan
oleh adanya kegagalan dalam pembangunan subyek hukum (manusia). Padahal,
penerapan hukum membutuhkan budaya hukum yang terpatri di dalam masyarakat.
3.2 Teori Lembaga –
Lembaga Sosial
A. Pengertian Lembaga Sosial
Prof.
Soerjono Soekamto dalam bukunya Pengantar Sosiologi mengatakan bahwa interaksi
sosial adalah kunci semua kehidupan sosial. Tidak ada interaksi sosial berarti
tidak mungkin ada kehidupan bersama.
Berikut
ini beberapa definisi interaksi sosial menurut para pakar:
- Maryati dan Suryawati (2003)
menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan
timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar
kelompok atau antar individu dan kelompok”.
- Murdiyatmoko dan Handayani
(2004), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang
menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan
tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial”.
- Gillin mengartikan interaksi
sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antarindividu, individu dan kelompok, dan antarkelompok.
B. Fungsi Lembaga Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, lembaga sosial memiliki
fungsi sebagai berikut:
- Memberikan pedoman pada
anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bersikap atau
bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul atau
berkembang di lingkungan masyarakat, termasuk yang menyangkut hubungan
pemenuhan kebutuhan.
- Menjaga keutuhan masyarakat
yang bersangkutan
- Memberikan pengarahan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yaitu sistem
pengawasan masyarakat terhadap anggota-anggotanya.
Menurut Horton dan Hunt, fungsi lembaga sosial adalah:
- Fungsi Manifes atau fungsi
nyata yaitu fungsi lembaga yang disadari dan di akui oleh seluruh masyarakat
- Fungsi Laten atau fungsi
terselubung yaitu fungsi lembaga sosial yang tidak disadari atau bahkan
tidak dikehendaki atau jika di ikuti dianggap sebagai hasil sampingan dan
biasanya tidak dapat diramalkan.
C.
Unsur-Unsur
Lembaga Sosial
Berdasarkan pengertian-pengertian lembaga sosial
diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial mempunyai tiga unsur yaitu :
- Sistem norma
Sistem norma merupakan sejumlah norma yang terangkai
dan berkaitan satu sama lain.norma-norma ini mempunyai kekuatan mengikat yamg
berbeda-beda,ada yang kuat dan ada yang lemah. Atas dasar kekuatan mengikat ini
maka dikenallah istilah kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat. Apabila
norma-norma tersebut diatas dilanggar maka si pelaku akan dikenakan sanksi.
- Tindakan berpola
Tindakan berpola merupakan serangkaian tindakan yang
saling berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk suatu pola yang mantap.
Dengan adanya tindakan berpola ini maka anggota masyarakat sudah mengetahui dan
mengantisipasi lebih dahulu peran yang akan ditampilkan bila berhubungan dengan
anggota masyarakat lainnya.
- Kehutuhan manusia
Sistem norma ynag mengatur tindakan-tindakan manusia
berfungsi memenuhi kebutuhan manusia.Kebutuhan manusia yang beranekaragam
inilah yang menjadi dasar terbentuknya kelembagaan masyarakat yang beraneka
ragam.
D. Syarat Norma Terlembaga
Menurut H.M. Johnson suatu norma
terlembaga (institutionalized) apabila memenuhi tiga syarat sebagai
beriku:
1. Sebagian besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima
norma tersebut.
2. Norma tersebut
menjiwai seluruh warga
dalam sistem sosial tersebut.
3. Norma tersebut
mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota masyarakat.
Dikenal empat tingkatan norma dalam proses pelembagaa,
pertama cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan. Kedua, kemudian cara
bertingkah laku berlanjut dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan
(folkways), yaitu perbuatan yang selalu diulang dalam setiap usaha mencapai
tujuan tertentu. Ketiga, apabila kebiasaan itu kemudian diterima sebagai
patokan atau norma pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat
unsur pengawasan dan jika terjadi penyimpangan, pelakunya akan dikenakan
sanksi. Keempat, tata kelakuan yang semakin kuat mencerminkan kekuatan pola
kelakuan masyarakat yang mengikat para anggotanya. Tata kelakuan semacam ini
disebut adat istiadat (custom). Bagi anggota masyarakat yang melanggar
adat istiadat, maka ia akan mendapat sanksi yang lebih keras. Contoh, di
Lampung suatu keaiban atau pantangan, apabila seorang gadis sengaja mendatangi
pria idamannya karena rindu yang tidak tertahan, akibatnya ia dapat dikucilkan
dari hubungan bujang-gadis karena dianggap tidak suci.
Keberhasilan proses institusinalisasi dalam masyarakat
dilihat jika norma-norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi terlembaga dalam
masyarakat, akan tetapi menjadi terpatri dalam diri secara sukarela (internalized)
dimana masyarakat dengan sendirinya ingin berkelakuan sejalan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Lembaga sosial umumnya
didirikan berdasarkan nilai
dan norma
dalam masyarakat, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan
aturan-aturan yang isebut norma sosial yang membatasi perilaku manusia
dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya
lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami
proses penerapan ke dalam institusi atau institutionalization
menghasilkan lembaga sosia.
Dilihat
dari kekuatan mengikatnya,secara sosiologis ada empat macam norma yaitu :
- Cara
(usage), menunjukkan suatu perbuatan
- Kebiasaan
(folkways), menunjukkan pada perbuatan yang diulang-ulang.
- Tata
kelakuan (mores), tata kelakuan tersebut sangat penting, karena :
a.
Memberi batasan pada perilaku individu
b.
Mengidentifikasi individu dengan
kelompok
c.
Menjaga solidaritas antar anggota
masyarakat.
3. Adat
istiadat, tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat.
Norma-norma
tersebut diatas setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi
bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses suatu norma berkembang
menjadi lembaga sosial tersebut disebut dengan instituzionalization atau
pelembagaan. Dengan kata lain proses pelembagaan adalah suatu proses yang dilewati
oleh suatu norma masyarakat untuk menjadi bagian dari salah satu
pranata/lembaga sosial. Suatu norma dapat menjadi pranata/lembaga sosial dalam
suatu sistem sosial tertentu apabila setidak-tidaknya mempunyai tiga (3) syarat
yaitu:
1.
Bagian terbesar dari warga suatu
sistem sosial menerima norma tersebut
2.
Norma tersebut telah menjiwai bagian
terbesar warga-warga sistem sosial tersebut.
3.
Norma tersebut mempunyai sanksi.
E. Ciri dan Karakter
Meskipun lembaga sosial merupakan suatu konsep yang abstrak, ia
memiliki sejumlah ciri dan karakter yang dapat dikenali.
Menurut J.P Gillin di dalam karyanya yang berjudul
"Ciri-ciri Umum Lembaga Sosial" (General Features of Social
Institution) menguraikan sebagai berikut:
1.
Lembaga sosial adalah organisasi
pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui
aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri atas
kebiasaan-kebiasaan, tata kelakukan, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang tergabung
dalam suatu unit yang fungsional.
2.
Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan
tertentu. Oleh karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang
berkisar pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus dipelihara
dan dibakukan.
3.
Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
Lembaga pendidikan sudah pasti memiliki beberapa tujuan, demikian juga lembaga perkawinan,
perbankan,
agama,
dan lain- lain.
4.
Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan lembaga sosial. Misalnya, rumah untuk lembaga keluarga
serta masjid,
gereja,
pura, dan wihara untuk
lembaga agama.
5.
Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau
simbol-simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambar
tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Misalnya, cincin kawin untuk
lembaga perkawinan, bendera dan lagu kebangsaan untuk negara, serta seragam sekolah
dan badge (lencana) untuk sekolah.
6.
Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang
merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Sebagai contoh, izin kawin dan
hukum perkawinan untuk lembaga perkawinan.
Sedangkan seorang ahli sosial yang bernama John Conen ikut pula
mengemukakan karakteristik dari lembaga sosial. Menurutnya terdapat sembilan
ciri khas (karakteristik) lembaga sosial sebagai berikut.
1.
Setiap lembaga sosial bertujuan memenuhi kebutuhan khusus
masyarakat.
2.
Setiap lembaga sosial mempunyai nilai pokok yang bersumber dari
anggotanya.
3.
Dalam lembaga sosial ada pola-pola perilaku permanen menjadi
bagian tradisi kebudayaan yang ada dan ini disadari anggotanya.
4.
Ada saling ketergantungan antarlembaga sosial di masyarakat,
perubahan lembaga sosial satu berakibat pada perubahan lembaga sosial yang
lain.
5.
Meskipun antarlembaga sosial saling bergantung, masing-masing
lembaga sosial disusun dan di- organisasi secara sempurna di sekitar rangkaian
pola, norma, nilai, dan perilaku yang diharapkan.
6.
Ide-ide lembaga sosial pada umumnya diterima oleh mayoritas
anggota masyarakat, terlepas dari turut tidaknya mereka berpartisipasi.
7.
Suatu lembaga sosial mempunyai bentuk tata krama perilaku.
8.
Setiap lembaga sosial mempunyai simbol-simbol kebudayaan
tertentu.
9.
Suatu lembaga sosial mempunyai ideologi sebagai dasar atau
orientasi kelompoknya.
F. Syarat Lembaga Sosial
Menurut Koentjaraningrat aktivitas manusia atau aktivitas
kemasyarakatan untuk menjadi lembaga sosial harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Persyaratan tersebut antara lain :
1. Suatu tata kelakuan
yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat istiadat yang hidup dalam ingatan maupun
tertulis.
2.
Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan aktivitas bersama dan
saling berhubungan menurut sistem norma-norma tersebut.
3.
Suatu pusat aktivitas yang bertujuan memenuhi kompleks- kompleks
kebutuhan tertentu, yang disadari dan dipahami oleh kelompok-kelompok yang
bersangkutan.
4.
Mempunyai perlengkapan dan peralatan.
5.
Sistem aktivitas itu dibiasakan atau disadarkan kepada kelompok-
kelompok yang bersangkutan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu yang lama.
G. Tipe-Tipe Lembaga
Sosial
Menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin,
tipe-tipe lembaga sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan sudut perkembangan
1.
Cresive institution yaitu institusi yang tidak sengaja tumbuh
dari adat istiadat masyarakat. Contoh: lembaga perkawinan, hak milik dan agama
2.
Enacted institution yaitu institusi yang sengaja dibentuk untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Contoh: lembaga utang piutang dan lembaga
pendidikan
Berdasarkan sudut nilai yang diterima oleh masyarakat
1.
Basic institution yaitu institusi sosial yang dianggap penting
untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Contoh:
keluarga, sekolah, dan negara.
2.
Subsidiary institution yaitu institusi sosial yang berkaitan dengan
hal-hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting dan berbeda di
masing-masing masyarakat seperti rekreasi.
Berdasarkan sudut penerimaan masyarakat
1.
Approved dan sanctioned institution yaitu institusi sosial yang
diterima oleh masyarakat, misalnya sekolah atau perusahaan dagang.
2.
Unsanctioned institution yaitu institusi yang ditolak masyarakat
meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya. Contoh: sindikat kejahatan,
pelacuran, dan perjudian.
Berdasarkan sudut penyebarannya
1.
General institution yaitu institusi yang dikenal oleh sebagian
besar masyarakat dunia. Contoh: institusi agama
2.
Restricted institution yaitu institusi sosial yang hanya dikenal dan
dianut oleh sebagian kecil masyarakat tertentu. Contoh: lembaga agama Islam, Kristen
Protestan, Hindu,
dan Budha.
Berdasarkan sudut fungsinya
1.
Operative institution yaitu institusi yang berfungsi menghimpun
pola-pola atau cara-cara yang diperlukan dari masyarakat yang bersangkutan.
Contoh: institusi ekonomi.
2.
Regulative institution yaitu institusi yang bertujuan mengawasi adat
istiadat atau tata kelakuan dalam masyarakat. Contoh: institusi hukum dan
politik seperti pengadilan dan kejaksaan.
H. Jenis-jenis Lembaga
Sosial
1.
Lembaga Keluarga
Keluarga adalah unit social yang terkecil dalam masyarakat dan
juga institusi pertama yang dimasuki seorang manusia ketika dilahirkan.
Proses Terbentuknya Keluarga Pada umumnya keluarga terbentuk
melalui perkawinan yang sah menurut agama, adat atau pemerintah dengan proses
seperti dibawah ini :
a.
Diawali dengan adanya interaksi antara pria dan wanita
b.
Interaksi dilakukan berulang-ulang, lalu menjadi hubungan social
yang lebih intim sehingga terjadi proses perkawinan.
c.
Setelah terjadi perkawinan, terbentuklah keturunan , kemudian
terbentuklah keluarga inti.
2.
Lembaga Pendidikan
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan
fungsi yang nyata (manifes) berikut:
a.Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari
nafkah.
b.Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan
pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
c. Melestarikan
kebudayaan.
d.Menanamkan keterampilan yang perlu bagi
partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
a.
Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah
orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
b.Menyediakan sarana untuk pembangkangan.
Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat.
Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan
masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
c.
Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah
diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima
perbedaan prestise, privilese, dan status yang
ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa
ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang
tuanya.
d.
Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula
memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi
pada orang tuanya.
Menurut David Popenoe, ada empat
macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
a.
Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
b.
Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
c.
Menjamin integrasi sosial.
d.
Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
e.
Sumber inovasi sosial.
3.
Lembaga Ekonomi
Pada hakekatnya tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga ekonomi
adalah terpenuhinya kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat.
Fungsi dari lembaga ekonomi adalah:
a.
Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan
b.
Memberikan pedoman untuk melakukan pertukaran barang/barter
c.
Memberi pedoman tentang harga jual beli barang
d.
Memberi pedoman untuk menggunakan tenaga kerja
e.
Memberikan pedoman tentang cara pengupahan
f.
Memberikan pedoman tentang cara pemutusan hubungan kerja
g.
Memberi identitas bagi masyarakat
4.
Lembaga Agama
Lembaga Agama adalah sistem keyakinan dan praktek keagamaan
dalam masyarakat yang telah dirumuskan dan dibakukan.
Fungsi Lembaga agama adalah:
a.
Sebagai pedoman hidup
b.
Sumber kebenaran
c.
Pengatur tata cara hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan Tuhan
d.
Tuntutan prinsip benar dan salah
e.
Pedoman pengungkapan perasaan kebersamaan di dalam agama
diwajibkan berbuat baik terhadap sesama
f.
Pedoman keyakinan manusia berbuat baik selalu disertai dengan
keyakinan bahwa perbuatannya itu merupakan kewajiban dari Tuhan dan yakin bahwa
perbuatannya itu akan mendapat pahala, walaupun perbuatannya sekecil apapun.
g.
Pedoman keberadaan yang pada hakikatnya makhluk hidup di dunia
adalah ciptaan Tuhan semata
h.
Pengungkapan estetika manusia cenderung menyukai keindahan
karena keindahan merupakan bagian dari jiwa manusia
i.
Pedoman untuk rekreasi dan hiburan. Dalam mencari kepuasan batin
melalui rekreasi dan hiburan, tidak melanggar kaidah-kaidah agama
5.
Lembaga
Politik
Lembaga politik merupakan lembaga yang menangani masalah
administrasi dan tata tertib umum demi tercapainya keamanan dan ketentraman
masyarakat. Lembaga yang merupakan pembantunya adalah seperti sistem hukum dan
perundang-undangan, kepolisian, angkatan bersenjata, kepegawaian, kepartaian,
hubungan diplomatik. Bentuk pranata atau institusi politik yang mengkoordinasi
segala kegiatan diatas disebut negara.
Fungsi lembaga politik :
a.
Pelembagaan norma melalui Undang-Undang yang disampaikan oleh
badan-badan legislatif.
b.
Melaksanakan Undang-Undang yang telah disetujui.
c.
Menyelesaikan konflik yang terjadi di antara para warga
masyarakat yang bersangkutan.
d.
Menyelenggarakan pelayanan seperti perawatan kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan dan seterusnya.
e.
Melindungi para warga masyarakat atau warga negara dari serangan
bangsa lain.
f.
Memelihara kesiapsiagaan/kewaspadaan menghadapi bahaya.
6.
Lembaga Hukum
Fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
a.
Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam
arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
b.
Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin:
dikarenakan hukum memiliki sifata dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka
hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan
siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman
sanksi bagi pelanggarnya.
c.
Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa
dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan.
Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
d.
Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang
boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa
yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi
negara.
e.
Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh
persengekataan harta waris dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris
yang sudah diatur dalam hukum perdata.
f.
Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali
hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
7.
Lembaga Budaya
Lembaga budaya adalah lembaga publik dalam suatu negara yang
berperen dalam pengembangan budaya,ilmu pengetahuan,lingkungan,seni,dan
pendidikan pada masyarakat yang ada pada suatu daerah atau negara.
Fungsi lembaga budaya adalah:
a.
Melestarikan budaya yang ada di Indonesia
8.
Lembaga Kesehatan
I.
Sistem Pengendalian
Sosial
Menurut Roucek (1951:3) mendefinisikan bahwa sistem
pengendalian sosial adalah sebagai pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintahan bersama aparaturnya.
Pengendalian sosial bertujuan untuk menjaga keserasian antara stabilitas dengan
perubahan-perubahan dalam masyarakat. Selanjutnya Roucek membedakan jenis
pengendalian sosial berdasarkan sifatnya yaitu preventif, dapat dilakukan
dengan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal sedangkan
secara represif berwujud penjatuhan sanksi kepada anggota ynag melanggar.
Proses pengendalian sosial dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan cara tanpa kekerasan (persuasif) atau dengan cara
paksaan (coercive). Dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan pengendalian sosial
digunakan alat-alat pengendalain sosial, seperti pendidikan, baik di sekolah
maupan di luar sekolah. Wujud nyata dari pengendalian sosial itu antara lain
pemidanaan, kompensasi, terapi atau konsiliasi dan lain sebagainya.
3.3. Tanggapan
Dari artikel yang berjudul “Sedulur
Sikep Memandang Negara dan Penegakan Hukum” dapat di pelajari bahwa pada umumnya warga sikep masih bertahan
dengan keteraturan dan tradisi yang di buat oleh leluhur nya, hal ini
membuktikan bahwa warga sikep dapat memberikan pedoman bagi seseorang untuk
bertingkah laku dalam masyarakat berdasarkan norma-norma yang ada misalnya saja
cara(usage), kebiasaan(folkways), tata kelakuan(mores) dan adat
istiadat(customs).
Selain itu warga sikep sendiri merupakan
salah satu contoh lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang dapat menjaga
keutuhan masyarakat yang ada di dalam nya, misalnya saja Seorang tokoh muda Sedulur Sikep,
Gunretno, mengungkapkan, ada lima prinsip dasar (adeg-adeg) yang ditanamkan
jangan memiliki perasaan drengki srei, panasten, dakwen, kemeren. Selain itu,
mereka juga selalu diajarkan sejak kecil, yakni untuk tidak bertindak bedog
colong, pethil jumput, dan nemu.
Orang
Sikep tidak boleh memiliki rasa dengki, iri, selalu curiga.
Orang
Sikep tidak boleh mencuri (bedhog colong), mengambil sesuatu yang bukan haknya. Menurut Gunretno, ajaran itu masih
dipegang teguh Sedulur Sikep. Ini setidaknya tergambar ketika beberapa waktu
lalu seorang Sedulur Sikep menemukan kalung emas di tengah jalan. Kalung itu
tidak diambil, tetapi malah thil), dan bahkan menemukan sesuatu yang bukan
miliknya (nemu). ditutupi dengan batu agar tidak dilihat orang yang bukan
pemiliknya. Sedulur Sikep itu kemudian mencari tahu pemilik perhiasan, lalu
memberitahukan lokasi kalung itu.
Suasana
aman sangat kentara di lingkungan mereka. Rumah kosong ditinggal begitu saja
dengan pintu terbuka. Tamu tidak akan kehilangan barang meskipun tertinggal.
Pemilik rumah akan menyimpannya, kemudian dikembalikan ketika yang bersangkutan
datang kembali. Hal itu membuktikan tentang fungsi dari lembaga
kemasyarakatan sendiri yaitu pedoman dalam bertingkah laku, menjaga keutuhan
masyarakat dan pedoman sistem pengendalian masyarakat.
Adapun alat-alat pengendalian sosial yang mereka terapkan
dalam kehidupan masyarakat nya yaitu mengembangakan rasa malu dalam diri atau
jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari
norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku misalnya saja dalam
pernyataan ini “Bagaimana
jika ada yang melanggar adeg-adeg itu? Menurut Gunretno, masyarakat Sikep tak
akan menjatuhkan sanksi apa pun. Namun, rata-rata pelanggar adeg-adeg akan malu
sendiri. ”Orang mungkin hanya menjadi tidak percaya lagi,” ujarnya.
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
dari makalah di atas adalah :
1.
Lembaga sosial adalah organisasi
pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas
masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan, tata
kelakukan, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang tergabung dalam suatu unit yang
fungsional. Sedangkan fungsi lembaga sosial yaitu :
a)
Pedoman dalam bertingkah
laku dalam mengahadapi masalh dalam masyarakat, terutama menyangkut kebutuhan
pokok.
b)
Menjaga keutuhan
masyarakat
c)
Merupakan pedoman sistem
pengendalian sosial di masyarakat.
2.
Adapun jenis-jenis
lembaga sosial yaitu :
Lembaga keluarga, Lembaga
pendidikan, Lembaga ekonomi, Lembaga agama, Lembaga politik, Lembaga hukum,
Lembaga budaya,Lembaga kesehatan
3.
Pengendalian sosial yaitu
berbagai upaya yang
dilakukan kelompok atau masyarakat untuk membuat anggota – anggotanya bersedia
mematuhi norma – norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat yang
bersangkutan.Lembaga pengendalian sosial berfungsi untuk mewujudkan dn menjaga
keseimbangan antara perubahan dan stabilitas masyarakat. Adapun tujuan lembaga
pengendalian sosial adalah terwujudnya kedamaian dan ketertiban dalam sebuah
kelompok atau masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Baharudin,MA,Dr.Sosiologi
suatu Pengantar.Yogyakarta:Kurnia Kalam Semesta.2010.
Soekanto,Soerjono.Sosiologi
Suatu Pengantar.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2004.
H.Gunawan,Ary,Drs.Sosiologi Pendidikan.Jakarta:PT.ASDI
Mahasatya.2000
Maryati
Kun,dan Suryawati Juju.Sosiologi.Jakarta:PT.Gelora Aksara Pratama.2007.
Catur
Budiati,Atik.Sosiologi Kontekstual.Surabaya:CV.Mediatama.2009.
Anonim. 2014. Lembaga Sosial. http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sosial.2014.
(diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 pukul 12.27 WIB)
Semoga Bermanfaat..;)
BalasHapusterimakasih. infonya sangat membantu. ^^
BalasHapusterimakasih. ini sangat membantu
BalasHapus